Hukum Pernikahan Sesama Orang-Orang Kafir
HUKUM PERNIKAHAN SESAMA ORANG-ORANG KAFIR
Oleh
Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi
Para ulama masih berbeda pendapat tentang masalah ini menjadi dua pendapat.
Pendapat Pertama
Pendapat jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah, menyatakan bahwa pernikahan sesama orang-orang kafir adalah sah.[1]
Pendapat Kedua
Pendapat yang masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah adalah bahwa pernikahan sesama orang kafir adalah tidak sah.[2]
Dalil-Dalil Yang Digunakan Oleh Jumhur Ulama
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ﴿١﴾مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ﴿٢﴾سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ﴿٣﴾ وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar” [al-Masad/111: 1-4]
Dia tetap disebut istri Abu Lahab yang sah dengan akad nikah yang terjadi pada saat mereka musyrik.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ
“Dan hendaklah istri Fir’aun” [al-Qashash/28:9]
3. Berdasarkan hadits Ghilan dan lainnya yang masuk Islam sedangkan ia memiliki istri lebih dari empat orang. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk menahan empat istri (tetap menjadikannya sebagai istri), sementara selainnya agar diceraikan, dan beliau tidak menanyakan syarat-syarat nikahnya. Oleh karena itu, kita tidak perlu membahas syarat-syarat pernikahan mereka, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah menetapkan pernikahan mereka, dan beliau tidak mungkin menetapkan suatu yang batil.
Sebab lain, karena sekalipun pernikahan mereka diketahui oleh kita (hakim), maka kita tidak akan mengatakan bahwa pernikahannya batal, dan seandainya mereka masuk Islam, maka kita tetap menganggap pernikahannya sah.[3]
4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
حَرَ جَتْ مِنْ نِكَاحٍ غَيْرَ سِفَاحٍ
“Wanita yang melahirkan adalah hasil pernikahan kecuali pezina”[4]
Sejak dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul, lalu manusia satu persatu masuk Islam hingga beliau wafat, maka jumlah manusia yang masuk Islam dikatakan dalam satu riwayat sampai berjumlah tujuh puluh ribu muslim selain kaum wanita. Dari jumlah tersebut belum pernah didapatkan ada satu keluarga pun yang memperbaharui pernikahan mereka, baik dengan jalur periwayatan shahih maupun lemah.[5]
Dalil Yang Digunakan Oleh Madzhab Malikiah.
Mereka mengatakan : Kami menghukumi pernikahan mereka batal –karena tidak memenuhi syarat-syaratnya-, dan di antara syarat sahnya pernikahan adalah suami yang beragama Islam.
Pendapat Yang Lebih Rajih (Unggul)
Pendapat yang lebih rajih (unggul) adalah pendapat jumhur para ulama… Ini jelas sekali, dilihat dari dalil-dalil yang ada, karena dalil-dalil yang mereka gunakan sangat kuat dan mereka mengambil kesimpulan berdasarkan Al-Q ur’an dan As-Sunnah yang menunjukkan kepada hal tersebut. Berbeda dengan dalil yang digunakan oleh madzhab Malikiyah, dalil mereka lemah, tidak dapat dijadikan hujjah dalam masalah ini… wallahu a’lam.[6]
[Disalin dari kitab Akhkaamu Nikaakhu Al-Kuffaar Alaa Al-Madzhabi Al-Arba’ah, Penulis Humaidhi bin Abdul Aziz bin Muhammad Al-Humaidhi, Murajaah DR. Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim Ali Asy-Syaikh, edisi Indonesia Bolehkah Rumah Tangga Beda Agama?, Penerbit At-Tibyan, Penerjemah Mutsana Abdul Qahhar]
_______
Footnote
[1] Lihat Syarh Fath Al-Qadir III/412, lihat pula Hasyiyah Ibnu Abidin III/184, dan Mughni Al-Muhtaj III/193, serta Kasysyaf Al-Qanaian Matani AL-Iqna V/115
[2] Lihat Mawahib Al-Jalil ala Mukhtashari Khalil III/478
[3] Hadits Ghilan. Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam kitab An-Nikah, Bab Laki-Laki Yang Masuk Islam Sedangkan Ia Memiliki Lebih Dari Empat Istri II/628, hadits no. 1953
[4] Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra VII/190, dan hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur, Al-Albani berkomentar tentang hadits tersebut : “Menurut saya, hadits ini termasuk hadits hasan lighairihi”. Lihat Irwa-u Al-Ghalil VI/329
[5] Syarh Fath Al-Baari III/412
[6] Lihat Al-Khurasyi ‘ala Mukhtashar Al-Khalil III/478
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3991-hukum-pernikahan-sesama-orang-orang-kafir.html